IKATSI Jatim dan FT UNESA Tandatangani MoU Bentuk Prodi D4 dan S1 Pertekstilan
IKATSI (Ikatan Ahli Tekstil Indonesia) Jawa Timur menjalin kerjasama dengan Fakultas Teknik (FT) Univesitas Negeri Surabaya (Unesa) mendirikan Progran Studi (Prodi) Pertekstilan.
Kerjasama itu ditandai dengan penandatangan kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) antara Dekan FT UNESA, Dr.Maspiyah, MKes, dengan Ketua IKATSI Jatim, Haryono, BkTeks; ST di Gedung Jalan WR Supratman 112 Surabaya.
Saat penandatanganan MoU itu, Haryono didampingi Wakil Sekretaris Ikatsi Jatim HM Yousri Nur Raja Agam, dan disaksikan Penasehat Ikatsi Pusat, Lukas L.Prawoto dan Adi Kusrianto
Menurut Haryono, kerjasama ini diwujudkan dengan mendirikan Prodi (program studi) D4 Desain Mode (Fashion Design) dan S1 Pendidikan Tata Busana.
Dekan FT Unesa, Maspiyah menyatakan MoU ini dilakukan untuk penerapan kurikulum yang telah dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Dalam kurikulum merdeka mahasiswa bisa melaksanakan kegiatan di luar kampus selama 2 semester.
“lmplementasi kurikulum kami salah satunya memilih kegiatan magang atau PKL dl industri busana, baik butik maupun garmen di Surabaya dan Jawa Timur. Sehingga melalui bekerja sama dengan IKATSI kami akan dibantu menempatkan mahasiswa magang di industri yang tergabung dalam asosiasi IKATSI,” ujarnya.
Khusus untuk program vokasi yaitu program studi D4 Desain Mode (Fashion Design) harus dikawinkan dengan industri, ujar Maspiyah.
Kerjasama tersebut dapat dimulai dari penyusunan kurikulum, penerimaan mahasiswa magang, dosen tamu dari industri, pelaksanaan penelitian kolaborasi dengan industri, kegiatan pengabdian masyarakat, serta penerimaan karyawan dari lulusan Unesa jika industri membutuhkan.
Sebelum penandatangan MoU ini, sudah ada implementasi kegiatan antara dua lembaga. Pada 16 Juli lalu pihak IKATSI sudah menjadi nara sumber seminar atau kuliah onIine dengan topik ‘Sustainable Fashion’ yang diikuti mahasiswa, dosen, alumni dan umum.
Penasehat IKATSI Pusat, Lukas Lestyana Prawoto, menyebut, selama ini kebutuhan tekstil untuk industri fashion masih banyak menggunakan produk impor. Akibatnya produk tekstil dalam negeri tidak terserap dan harus diekspor.
“Butuh kerjasama antara pemerintah, dunia industri dan dunia pendidikan. Link and match ini salah satu solusi agar produk fashion based on produksi dalam negeri,” ujarnya. Ia berharap mahasiswa atau desainer muda bisa mengangkat kearifan budaya lokal sehingga industri dalam negeri juga terangkat.
Dengan link and match maka ada transformasi proses edukasi praktis. Misalnya saja penggunaan istilah antara dunia fashion dan industri tekstil yang sering kali menimbulkan kebingungan, ujar Lukas.